Jakarta - Ojek online yang merebak luas beberapa bulan terakhir di Kota Jakarta telah memberikan dampak positif terhadap pelanggannya, terlebih saat salah satu operator ojek online tersebut memberikan promo yang sangat menggiurkan bagi pelanggan ojek online, karena dengan tarif flat, siapapun bisa berojek ria tanpa adanya tambahan biaya.
Saat masa - masa promo diberikan operator ojek online belum lama ini, pengemudi ojek turut merasakan dampaknya karena jumlah pendapatan yang diterima cukup fantasis. Saya, sempat mewawancarai salah satu pengemudi ojek online di bilangan Jakarta Pusat. Dirinya menyebutkan, pendapatan yang diraih per harinya berkisar Rp 200 hingga Rp 800.000, angka yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan karyawan kantoran yang digaji jauh lebih rendah untuk sekelas staff biasa di suatu perusahaan swasta.
Pendapatan kotor yang diterima pengemudi ojek online nyatanya 'menular' kepada orang lain untuk merasakan hal yang sama, maka tak heran di sejumlah pemberitaan di media televisi, cetak hingga online, banyak orang berduyun - duyun untuk bergabung dengan ojek online.
Semakin pesatnya kecanggihan teknologi inilah, membuat aplikasi ojek online telah diunduh ribuan orang sebagai sarana untuk memesan 'tukang ojek' modern ini, tinggal sentuh di smarphone, ojek pun datang menjemput kita. Maka wajar, ketika salah satu operator ojek online lebih dulu beroperasi, kini setidaknya ada dua pesaing tambahan yang turut meramaikan perojekan masa kini.
Lantas bagaimana pendapat pelanggan yang sering menggunakan ojek online?. Sudah barang tentu, ketika ojek online memberikan harga promo, maka orang yang sebelumnya hanya menggunakan angkot, kopaja, transjakarta bahkan taksi sekalipun, migrasi ke ojek online. Alasanya tak lain, harga flat, bisa keliling kemana dan cepat meski ada batasan jarak dalam ketentuan operator ojek online. Bahkan saking 'sengitnya' sesama operator ojek online banting harga untuk memikat pelanggan.
Harga promo merupakan bonus bagi pengemudi ojek online, karena investor mengguyur dana besar ke dalam saldo masing - masing account ojek. Contohnya, ketika salah satu pelanggan diantar ke suatu tempat dibandrol 50 ribu rupiah untuk sekali jalan misalnya, karena harga promo, pelanggan hanya membayar 15 ribu rupiah, maka selisih dari itu dibayarkan oleh perusahaan. Wow...dana yang cukup besar jika dikalikan jumlah pengemudi yang aktif beroperasi per harinya.
Namun, ada cerita cukup menarik untuk disimak, sebut saja, Lala. Dia adalah salah satu pelanggan ojek online yang baru saja aktif sabagai mahasiswa baru di salah satu universitas di Jakarta Pusat. Sebagai mahasiswa baru, Lala dalam waktu 3 pekan terakhir di bulan Agustus - September 2015, setiap berangkat dan pulang menggunakan ojek online. Menurut dia, tarif promo yang murah, itu yang membuat dia kuliah diantar jemput ojek online.
Lala mengatakan, dirinya sempat bertanya kepada salah satu ojek online, jika tarif normal, jarak dari daerah Cakung, Jakarta Timur ke Salemba, Jakarta Pusat, tarif yang dikenakan sebesar 54 ribu rupiah sekali jalan, tapi karena tarif promo, 30 ribu bisa untuk PP.
Ketika tarif promo tidak berlaku, kira - kira di akhir bulan September 2015, Lala mulai mengurungkan niatnya untuk menggunakan ojek online karena ongkos kuliah harus membengkak.
"Biasanya tarif flat, tapi karena tarif normal, maka aku dikenakan tarif 54 ribu sekali jalan. Nah, kalo PP jadi 108 ribu rupiah, buset...jadi ga bisa jajan di kampus," tutur Lala saat berbincang kala itu, Kamis, 24 September 2015.
Cerita Lala merupakan salah satu gambaran bagaimana pelanggan ojek online dl luar sana mendapatkan tarif normal yang dihitung berdasarkan jarak sementara sebelumnya enjoy dengan tarif flat. Mungkin di tengah situasi ekonomi kurang baik, harga serba naik yang mungkin sudah dirasakan betul kalangan menengah kebawah seperti Lala, banyak orang akan berpikir ulang untuk naik ojek online.
Dari sisi pelanggan, berdasarkan survey sederhana yang saya lakukan, dari total yang disurvey, 80 persen orang berpendapat, ojek online akan dipakai jika dalam keadaan mendesak, seperti tergesa - geasa karena takut telat meeting, telat masuk kerja, telat kuliah dan lainnya, selebihnya akan menggunakan transportasi umum yang lebih murah bagi mereka yang terbiasa dengan itu.
Mungkin gambaran dari sisi pelanggan, bisa saja mencerminkan bagi pengemudi ojek online yang saat ini tidak merasakan lagi tarif promo, apalagi jumlah pesaing bertambah, dan jumlah pengemudi juga membludak, bahkan sampai - sampai, ada cerita seorang manager di salah satu perusahaan swasta, rela mengundurkan diri lalu bergabung ke ojek online.
Semoga saja, ini tidak membuat pengemudi ojek online blunder gara - gara tergiur tawaran gaji yang fantastis, justru yang terjadi sebaliknya. Mungkin kondisi ini akan terbiasa bagi pengemudi ojek biasa mangkal lalu sekarang bergabung di ojek online karena pengalaman merasakan naik turunnya pendapatan, namun mungkin kondisi akan terasa menyakitkan bagi pengemudi ojek online yang sebelumnya berlatar belakang karyawan.(24/09/15)
Saat masa - masa promo diberikan operator ojek online belum lama ini, pengemudi ojek turut merasakan dampaknya karena jumlah pendapatan yang diterima cukup fantasis. Saya, sempat mewawancarai salah satu pengemudi ojek online di bilangan Jakarta Pusat. Dirinya menyebutkan, pendapatan yang diraih per harinya berkisar Rp 200 hingga Rp 800.000, angka yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan karyawan kantoran yang digaji jauh lebih rendah untuk sekelas staff biasa di suatu perusahaan swasta.
Pendapatan kotor yang diterima pengemudi ojek online nyatanya 'menular' kepada orang lain untuk merasakan hal yang sama, maka tak heran di sejumlah pemberitaan di media televisi, cetak hingga online, banyak orang berduyun - duyun untuk bergabung dengan ojek online.
Semakin pesatnya kecanggihan teknologi inilah, membuat aplikasi ojek online telah diunduh ribuan orang sebagai sarana untuk memesan 'tukang ojek' modern ini, tinggal sentuh di smarphone, ojek pun datang menjemput kita. Maka wajar, ketika salah satu operator ojek online lebih dulu beroperasi, kini setidaknya ada dua pesaing tambahan yang turut meramaikan perojekan masa kini.
Lantas bagaimana pendapat pelanggan yang sering menggunakan ojek online?. Sudah barang tentu, ketika ojek online memberikan harga promo, maka orang yang sebelumnya hanya menggunakan angkot, kopaja, transjakarta bahkan taksi sekalipun, migrasi ke ojek online. Alasanya tak lain, harga flat, bisa keliling kemana dan cepat meski ada batasan jarak dalam ketentuan operator ojek online. Bahkan saking 'sengitnya' sesama operator ojek online banting harga untuk memikat pelanggan.
Harga promo merupakan bonus bagi pengemudi ojek online, karena investor mengguyur dana besar ke dalam saldo masing - masing account ojek. Contohnya, ketika salah satu pelanggan diantar ke suatu tempat dibandrol 50 ribu rupiah untuk sekali jalan misalnya, karena harga promo, pelanggan hanya membayar 15 ribu rupiah, maka selisih dari itu dibayarkan oleh perusahaan. Wow...dana yang cukup besar jika dikalikan jumlah pengemudi yang aktif beroperasi per harinya.
Namun, ada cerita cukup menarik untuk disimak, sebut saja, Lala. Dia adalah salah satu pelanggan ojek online yang baru saja aktif sabagai mahasiswa baru di salah satu universitas di Jakarta Pusat. Sebagai mahasiswa baru, Lala dalam waktu 3 pekan terakhir di bulan Agustus - September 2015, setiap berangkat dan pulang menggunakan ojek online. Menurut dia, tarif promo yang murah, itu yang membuat dia kuliah diantar jemput ojek online.
Lala mengatakan, dirinya sempat bertanya kepada salah satu ojek online, jika tarif normal, jarak dari daerah Cakung, Jakarta Timur ke Salemba, Jakarta Pusat, tarif yang dikenakan sebesar 54 ribu rupiah sekali jalan, tapi karena tarif promo, 30 ribu bisa untuk PP.
Ketika tarif promo tidak berlaku, kira - kira di akhir bulan September 2015, Lala mulai mengurungkan niatnya untuk menggunakan ojek online karena ongkos kuliah harus membengkak.
"Biasanya tarif flat, tapi karena tarif normal, maka aku dikenakan tarif 54 ribu sekali jalan. Nah, kalo PP jadi 108 ribu rupiah, buset...jadi ga bisa jajan di kampus," tutur Lala saat berbincang kala itu, Kamis, 24 September 2015.
Cerita Lala merupakan salah satu gambaran bagaimana pelanggan ojek online dl luar sana mendapatkan tarif normal yang dihitung berdasarkan jarak sementara sebelumnya enjoy dengan tarif flat. Mungkin di tengah situasi ekonomi kurang baik, harga serba naik yang mungkin sudah dirasakan betul kalangan menengah kebawah seperti Lala, banyak orang akan berpikir ulang untuk naik ojek online.
Dari sisi pelanggan, berdasarkan survey sederhana yang saya lakukan, dari total yang disurvey, 80 persen orang berpendapat, ojek online akan dipakai jika dalam keadaan mendesak, seperti tergesa - geasa karena takut telat meeting, telat masuk kerja, telat kuliah dan lainnya, selebihnya akan menggunakan transportasi umum yang lebih murah bagi mereka yang terbiasa dengan itu.
Mungkin gambaran dari sisi pelanggan, bisa saja mencerminkan bagi pengemudi ojek online yang saat ini tidak merasakan lagi tarif promo, apalagi jumlah pesaing bertambah, dan jumlah pengemudi juga membludak, bahkan sampai - sampai, ada cerita seorang manager di salah satu perusahaan swasta, rela mengundurkan diri lalu bergabung ke ojek online.
Semoga saja, ini tidak membuat pengemudi ojek online blunder gara - gara tergiur tawaran gaji yang fantastis, justru yang terjadi sebaliknya. Mungkin kondisi ini akan terbiasa bagi pengemudi ojek biasa mangkal lalu sekarang bergabung di ojek online karena pengalaman merasakan naik turunnya pendapatan, namun mungkin kondisi akan terasa menyakitkan bagi pengemudi ojek online yang sebelumnya berlatar belakang karyawan.(24/09/15)
Komentar
Posting Komentar