Kepulauan Seribu Butuh 'Istirahat Sejenak'

Jakarta - Hampir setiap akhir pekan, seperti Sabtu - Minggu maupun saat libur panjang tiba, salah satu obyek wisata yang tidak pernah sepi dari pengunjung adalah Kepulauan Seribu, ya... kepulauan yang berada di Utara Jakarta yang menjadi magnet kuat bagi pengunjung baik dari pengunjung domestik hingga manca negara.

Merogoh kocek yang tidak terlalu dalam, siapapun bisa berkunjung ke Kepulauan Seribu, sebut saja Pulau Bidadari, Pulau Pramuka, Pulau Tidung, Pulau Kotok, Pulau Panggang, dan beberapa pulau lainnya yang memiliki keistimewaan masing - masing.

Entah berapa perputaran uang yang masuk di Kepualauan Seribu, namun yang pasti, kawasan wisata di Utara Jakarta ini, kini semakin diminati pengunjung karena tarifnya yang relatif murah namun tidak kalah eksotisnya dengan destinasi wisata favorit lainnya, sebut saja Bali yang terkenal dengan Pantainya, Raja Ampat Papua, hingga beberapa destinasi wisata lainnya.

Derasnya pengunjung dalam setiap minggunya yang datang ke Pulau - Pulau itu, tidak hanya membawa berkah bagi jasa layanan transportasi laut yang siapp mengantar pengunjung dari Jakarta ke kawasan itu, namun dari sisi lingkungan, Kepulauan Seribu perlahan namun pasti mulai terancam, seiring semakin tingginya trafik manusia, sebut saja eksosistem yang terkandung di dalamnya seperti flora dan fauna, terancam 'tak betah' jika ekosistem tidak dijaga dengan baik.



Pengunjung yang sadar akan lingkungan, pasti tak asing dengan keberadaan sampah, yang sering kita jumpai jika 'berlayar' dari Muara Angke maupun Marina Ancol, Jakarta Utara menuju ke salah satu pulau itu. Kapal yang bergoyang ditengah luasnya lautan yang dibalut warna kebiruan jika sudah lepas jangkar dan bergeser menjauh dari dermaga, akan terlihat adanya 'noda' yang datangnya entah dari mana.


Namun yang pasti, sampah - sampah yang terkadang menghinggap di kapal - kapal pengangkut pengunjung yang akan berwisata, jelas terlihat di depan mata yang mengapung tanpa arah dan tujuan. Kondisi ini semakin memprihatinkan karena bahan dari sampah - sampah itu merupakan produk yang susah 'dikunyah alam' karena kualitas pabrikan yang membuatnya sulit hancur.

Itu merupakan sebagian kecil contoh mengapa eksositem Kepualauan Seribu terancam 'hancur' akibat sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab tanpa peduli lingkungan sekitar. Sementara, entah sadar atau tidak, kadang kita selama ini hanya mendengar dan melihat melalui media, Kepulauan Seribu bakal terus 'diperkosa' untuk mendulang untung dan peningkatan wisatawan karena jumlah kekayaan yang dimiliki cukup melimpah.

Pekan lalu, Hari Sabtu, 20 September 2015, saya kebetulan berkesempatan kembali datang ke Kepulauan Seribu, Tepatnya di Pulau Pramuka, pulau yang didedikasikan untuk pemukiman. Meski pulau ini merupakan wadah pemukiman, namun keberadaan kekayaan Fauna juga tak kalah menariknya dengan pulau lainnya, sebut saja keberadaan Penyu, yang dianggap warga sekitar masih betah di pulau itu.

Sekilas, memang ada perubahan wajah dari pulau tersebut. Perubahan wajah ini bukan berarti pulau itu berubah bentuk, melainkan jumlah penduduk yang semakin besar pula juga turut mengubah pulau ini semakin padat ditempati penduduk. Penduduk yang terus merangkak naik, tidaklah bisa dibendung di pulau itu, hanya tinggal bagaimana menjaga tempat tinggal tersebut tetap terjaga, khususnya dari abrasi yang terus menggerogoti hingga meningkatnya jumlah wisatawan yang datang.

Kami sempat menemui salah satu orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan di Kepulauan Seribu diantaranya Pulau Pramuka, dia adalah Suwarna, Kepala Resort Pulau Kotok Seksi SPTN Wilayah III. Saat kami berbincang dengan bapak yang mulai menua ini mengatakan, dari sisi kunjungan, pulau ini selalu ramai didatangi, sehingga fakta ini merupakan berkah tersendiri bagi masyarakat setempat, karena di situ ada potensi pendapatan yang masuk, sebut saja hasil dari penyewaan peralatan diving, produk kerajinan hingga warung - warung yang berdiri di beberapa sudut yang sengaja menjual barang dagangannya.

Ditengah ramainya pengunjung yang datang, bapak ini mulai khawatir akan 'musibah' yang mengancam, karena eksosistem yang dimiliki Pulau itu mulai terkikis jika tidak dilakukan tindakan. Untung saja, sejumlah istansi yang memiliki dana khusus yang tertuang dalam CSR, berbondong - bondong membenamkan sosialnya, seperti penanaman pohon Mangrove sebagai benteng pulau dari ancaman abrasi hingga bentuk uluran sosial lainnya dalam rangka menjaga ekosistem fauna khususnya hewan - hewan liar dalam perlindungan negara.

Menurut Suwarna, Kepulauan Seribu harus 'istirahat sejenak' untuk melepas dari segala aktifitas manusia yang terkadang menggerus ekosistem yang terkandung di dalam, kondisi ini terkadang tidak disadari betul oleh pengunjung yang datang ke kawasan tersebut.

Untuk menjaga alam lebih seimbang di Kepulauan Seribu, menurut Suwarna, kini hanya berharap kepada orang yang benar - benar peduli pada lingkungan. Sungguh ironis, ditengah sekelompok orang menjaga alam denga baik, tak jarang sekelompok orang maupun individu berambisi memanfaatkan kekayaan alam guna mendulang untung semata, padahal sudah jelas, jika hanya memanfaatkan bisnis tanpa memikirkan dampak lingkungan, maka bersiapp saja musibah akan menghampiri.

Dalam perbincangan tak lebih 2 jam, Suwarna mengatakan, untuk menjaga keseimbangan, setidaknya dibutuhkan waktu 1 hingga 2 tahun agar keberadaan pulau itu dapat off sejenak.

"Namun sayangnya saat saya melakukan survey menggunakan kuesioner ke pengunjung belum lama ini, banyak pengunjung yang tak setuju jika Pulau Seribu off sejenak, ini membuktikan bahwa pulau Seribu diminati orang setiap waktu," tutur pria asli Bogor Jawa Barat.

Menurutnya, sejak Pulau Seribu resmi didedikasikan sebagai salah satu kawasan wisata di Utara Jakarta beberapa tahun lalu, hingga tahun 2015 ini, belum pernah dilakukan recovery pulau tersebut. Dia berharap, semoga saja pemerintah daerah yang dan kementrian maupun lembaga yang mempunyai kewenangan menjaga pulau Seribua, dapat memberikan kesempatan agar pulau - pulau yang menghampar di Utara Jakarta ini, benar - benar mempunyai multi fungsi, selain sebagai destinasi wisata, namun sebagai kawasan 'penghadang' untuk melindungi Jakarta dan sekitarnya dari ancaman alam.

Komentar