Jakarta - Seperti ramai di pemberitaan media pada akhir - akhir ini, tren Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK bagi karyawan yang bekerja di suatu perusahaan merupakan suatu momok 'mengerikan' bagi orang yang tidak siapp menerima kenyataan, apalagi jika karyawan hanya menggantungkan hidupnya pada perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi setiap harinya. Lantas bagaimana jika PHK benar - benar menimpa anda?
Berbagai survey membuktikan banyaknya karyawan tetap maupun kontrak yang di PHK di suatu perusahaan namun belum mempunyai 'ban serep' saat PHK menimpa, kejadiannya pasti stress, memutar otak bagaimana caranya mendapatkan uang agar roda ekonomi dirinya maupun keluarganya dapat berjalan normal, khususnya dalam memenuhi kebutuhan primer.
Jika dicermati lebih dalam lagi, PHK sebenarnya terjadi setiap tahun karena berbagai kasus, mulai dari karyawannya itu sendiri yang membuat ulah hingga karena kondisi stabilitas keuangan perusahaan yang tidak bisa dikendalikan lagi. Untuk kasus stabilitas keuangan inilah yang saat ini menjadi alasan utama kenapa PHK begitu masif terjadi belakangan ini.
Perlambatan ekonomi Indonesia yang tercatat sepanjang dua kuartal sejak awal tahun 2015, menjadi alasan kuat kenapa banyak PHK terjadi di beberapa sektor usaha, apalagi sektor usaha yang berkaitan langsung dengan perlambatan ekonomi.
Sektor usaha yang mengandalkan bahan baku dari impor dan menyerap tenaga kerja paling banyak, disebut - sebut sebagai usaha yang paling 'keras' mengalami dampaknya. Tak heran memang, industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil misalnya telah memecat karyawannya karena tidak lagi mampu membayar upah.
Jika ditarik lebih luas lagi, fakta ini akan berakibat fatal karena jumlah pengangguran akan meningkat dan angka kemiskinan pun bertambah. Bahkan saat saya menemui petinggi BPS, dia adalah Deputy Neraca dan Analisis Statistik BPS, Kecuk Suharyanto, di Kantor BPS, Jakarta Pusat, 15 September 2015 lalu, meski PHK itu tidak membuat secara langsung orang menjadi miskin, namun jika orang yang di PHK tidak mendapatkan pekerjaan dalam jangka panjang, maka berpeluang menjadi miskin.
"Seperti saya bilang, orang di PHK tidak otomatis akan menjadi miskin tapi kalo itu berkepanjangan dan mereka tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, memang ada kemungkinan peluang menjadi miskin, jadi kita harapkan tidak banyak terjadi PHK lagi lah," ungkap Kecuk saat saya temui.
Kembali pada urusan PHK, sebagai karyawan, seperti saya juga, harus siapp untuk menunggu 'giliran' jika sewaktu - waktu perusahaan yang selama ini memberi kita 'nafkah' tiba - tiba secara sepihak memecat kita karena alasan kantor tidak mampu bayar upah karena kondisi ekonomi yang kurang baik.
Mental dan jiwa yang kuat menjadi taruhan bagi siapa saja yang telah mendapat giliran dipecat dari perusahaan, karen setelah dipecat itulah, dalam waktu yang tidak bisa ditentukan, ekonomi sesesorang maupun keluarga akan terguncang akibat 'power' yang selama ini digerakan dari perusahaan, tiba - tiba hilang dengan jejak yang menyakitkan.
Saya jadi ingat, ada praktisi ekonomi bilang ke saya pada saat itu, jika upah kita masih ada sisa setelah dipotong untuk kebutuhan sehari - hari, lebih baik ditabung, ketimbang digunakan untuk membeli kebutuhan yang tidak terlalu mendesak tapi hanya untuk menjaga image saja.
Kalimat ini benar adanya, karena ada seorang teman yang curhat, saat sedang asik menikmati indahnya upah dan bisa menyicil ini itu, tiba - tiba kantor memecat karena alasan kondisi perusahaan yang kurang stabil, ngeri mendengarnya.
Nah, pertanyaan yang menarik adalah, bagaimana disaat kita sedang asik kerja dan dari hasil kerja itu guna membayar ini itu, tapi tiba - tiba mendapat giliran dipecat?, uang pesangon?
Uang pesangon memang stimulus bagi karyawan yang mendapat PHK, tapi jangan terbuai dulu dengan pesangon itu, apalagi karyawan baru bekerja 1 hingga 2 tahun, berapa pesangon yang diterima?, apakah cukup membiayai ekonomi setiap bulan?
Ada jawaban menarik, orang di PHK bukannya menjadi stress, tapi justru setelah di PHK merupakan kabar baik bagi karyawan yang telah mendapat giliran PHK. Bahkan disebutkan, ada salah satu mantan karyawan mengatakan, kenapa tidak di PHK sejak lama, kenapa baru sekarang di PHK?.
Nah jawaban itu saya akan info lebih lanjut karena saya harus mencerna dari narasumbernya langsung dan merakit menjadi tulisan yang enak dibaca. Tunggu tulisan selanjutnya ya. (26/09/15)
Berbagai survey membuktikan banyaknya karyawan tetap maupun kontrak yang di PHK di suatu perusahaan namun belum mempunyai 'ban serep' saat PHK menimpa, kejadiannya pasti stress, memutar otak bagaimana caranya mendapatkan uang agar roda ekonomi dirinya maupun keluarganya dapat berjalan normal, khususnya dalam memenuhi kebutuhan primer.
Jika dicermati lebih dalam lagi, PHK sebenarnya terjadi setiap tahun karena berbagai kasus, mulai dari karyawannya itu sendiri yang membuat ulah hingga karena kondisi stabilitas keuangan perusahaan yang tidak bisa dikendalikan lagi. Untuk kasus stabilitas keuangan inilah yang saat ini menjadi alasan utama kenapa PHK begitu masif terjadi belakangan ini.
Perlambatan ekonomi Indonesia yang tercatat sepanjang dua kuartal sejak awal tahun 2015, menjadi alasan kuat kenapa banyak PHK terjadi di beberapa sektor usaha, apalagi sektor usaha yang berkaitan langsung dengan perlambatan ekonomi.
Sektor usaha yang mengandalkan bahan baku dari impor dan menyerap tenaga kerja paling banyak, disebut - sebut sebagai usaha yang paling 'keras' mengalami dampaknya. Tak heran memang, industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil misalnya telah memecat karyawannya karena tidak lagi mampu membayar upah.
Jika ditarik lebih luas lagi, fakta ini akan berakibat fatal karena jumlah pengangguran akan meningkat dan angka kemiskinan pun bertambah. Bahkan saat saya menemui petinggi BPS, dia adalah Deputy Neraca dan Analisis Statistik BPS, Kecuk Suharyanto, di Kantor BPS, Jakarta Pusat, 15 September 2015 lalu, meski PHK itu tidak membuat secara langsung orang menjadi miskin, namun jika orang yang di PHK tidak mendapatkan pekerjaan dalam jangka panjang, maka berpeluang menjadi miskin.
"Seperti saya bilang, orang di PHK tidak otomatis akan menjadi miskin tapi kalo itu berkepanjangan dan mereka tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, memang ada kemungkinan peluang menjadi miskin, jadi kita harapkan tidak banyak terjadi PHK lagi lah," ungkap Kecuk saat saya temui.
Kembali pada urusan PHK, sebagai karyawan, seperti saya juga, harus siapp untuk menunggu 'giliran' jika sewaktu - waktu perusahaan yang selama ini memberi kita 'nafkah' tiba - tiba secara sepihak memecat kita karena alasan kantor tidak mampu bayar upah karena kondisi ekonomi yang kurang baik.
Mental dan jiwa yang kuat menjadi taruhan bagi siapa saja yang telah mendapat giliran dipecat dari perusahaan, karen setelah dipecat itulah, dalam waktu yang tidak bisa ditentukan, ekonomi sesesorang maupun keluarga akan terguncang akibat 'power' yang selama ini digerakan dari perusahaan, tiba - tiba hilang dengan jejak yang menyakitkan.
Saya jadi ingat, ada praktisi ekonomi bilang ke saya pada saat itu, jika upah kita masih ada sisa setelah dipotong untuk kebutuhan sehari - hari, lebih baik ditabung, ketimbang digunakan untuk membeli kebutuhan yang tidak terlalu mendesak tapi hanya untuk menjaga image saja.
Kalimat ini benar adanya, karena ada seorang teman yang curhat, saat sedang asik menikmati indahnya upah dan bisa menyicil ini itu, tiba - tiba kantor memecat karena alasan kondisi perusahaan yang kurang stabil, ngeri mendengarnya.
Nah, pertanyaan yang menarik adalah, bagaimana disaat kita sedang asik kerja dan dari hasil kerja itu guna membayar ini itu, tapi tiba - tiba mendapat giliran dipecat?, uang pesangon?
Uang pesangon memang stimulus bagi karyawan yang mendapat PHK, tapi jangan terbuai dulu dengan pesangon itu, apalagi karyawan baru bekerja 1 hingga 2 tahun, berapa pesangon yang diterima?, apakah cukup membiayai ekonomi setiap bulan?
Ada jawaban menarik, orang di PHK bukannya menjadi stress, tapi justru setelah di PHK merupakan kabar baik bagi karyawan yang telah mendapat giliran PHK. Bahkan disebutkan, ada salah satu mantan karyawan mengatakan, kenapa tidak di PHK sejak lama, kenapa baru sekarang di PHK?.
Nah jawaban itu saya akan info lebih lanjut karena saya harus mencerna dari narasumbernya langsung dan merakit menjadi tulisan yang enak dibaca. Tunggu tulisan selanjutnya ya. (26/09/15)
Komentar
Posting Komentar